Andaikan gambar dirimu dalam Tatapan Mata ini dapat menuliskan semua keindahamu maka seribu satu bab pun belum selesai tertulis dalam ingatanku. Memang kata orang cinta itu buta tapi kenapa aku tetap bisa memandangi keindahamu? Kata orang cinta juga tak ada logika tapi kenapa pikiranku teratur menyimpan senyummu? Entahlah kasih.
Bertemu denganmu membuat aku berasa dalam dekapan purnama, di antara jutaan bintang-bintang yang terus berkedip. Kau telah menjadi bulan yang selalu memberi keindahan. Tak ada yang dapat aku lakukan untukmu, selain menulis keindahanmu.
Aku tak pernah berpikir, apakah tulisan ini menarik atau tidak? Tulisan ini sampai kepadamu atau tidak? Apa engkau membacanya atau tidak? Aku tak peduli. Jariku terus saja menari, menyusun dirimu dari satu huruf ke huruf menjadi kata, kata kurangksi menjadi kalimat-kalimat.
Kalau kau bertanya kenapa aku sampai mempunyai sudut pandang seperti itu kepadamu, aku tak tahu pasti alasannya. Jadi, tak usah repot-repot bertanya. Meski tentu saja, kau tak akan bertanya. Karena tak seperti aku yang menganggapmu sayapku, anggapanmu terhadapku berbeda. Tetapi tak apa-apa. Suatu saat, waktu akan mengubah itu. Kita akan bersama.
Sekarang, bahkan bila kau mencerca dan menganggapku gila, aku masih akan tetap sama. Aku masih tetap mencintaimu. Malah, suaramu yang bagai candu itu akan semakin menambah kadar rasa cintaku. Kau mungkin tak percaya, tetapi begitulah faktanya.
Andai orang menganggap aku bucin kunafikan cercaan dari orang-orang di sekeliling. Kau harus tahu, Kasih. Orang-orang itu, mereka hanya iri karena aku bisa mencintai dengan sedemikian kuatnya, sedangkan mereka tidak bisa. Mereka iri karena tak bisa menciptakan puisi seindah puisi-puisi yang kutulis ketika aku memikirkanmu.
Kasih, seharusnya kuteriakkan pada orang-orang itu, jika mereka ingin mencintai seperti aku mencintaimu, jika mereka ingin menulis puisi seindah puisiku, temukanlah anak inde yang berbicara senja dan kopi.
Ya. Sungguh aku ingin menyuruh orang-orang itu mencari teman anak inde. Agar mereka menjelma jadi seorang bucin seperti yang mereka tuduhkan padaku.
Agar mereka bisa menulis puisi-puisi yang indah. Tetapi Kasih, aku takut jika aku melakukannya, mereka bisa saja jadi mencintaimu. Sebab itu, aku diam saja dan tak berteriak bahkan saat mereka menyebutku bucin.
Luar biasa, mengena sekali tulisanmu. Semangat menulis, kembangkan!
ReplyDelete