PECUNDANG

Tak usah tanya rasa, logika saja Aku tak punya, untuk pecundang sepertiku tahu diri saja sudah cukup. Tak usah tanya cinta, aromanya saja Aku sudah lupa, untuk pecundang sepertiku, bahagia itu hanya dongeng purba yang lebih tua dari pada manusia.

Aku sesungguhnya sangat marah, tapi aku tak mau ada pertumpahan darah. Ataukah karena darah dagingku sendiri menyebut diriku pecundang yang pantas dibuang? Ah sekali pecundang, hidup atau mati pun tak ada yang menghiraukan. 

Panas dari sang dewa tak jua meredup. Hutan yang hijau telah berubah menjadi gurun pasir yang gersang. Sawahpun tak ubahnya batuan bisu yang diam membentang, lautan mengering menampakan segala batu karang.

Kini, aku memilih untuk melawan arah. Pergi dari satu tempat busuk menuju tempat yang lebih khusyuk. Barangkali nasibku akan lebih cerah begitu memutuskan untuk bertirah. Ini salahku, yang selalu mengunci egoku, menutup kedua mataku. 

Jiwa tak berdosa itu, kini terluka tak berdaya tanpa tahu perihal dosa yang mekar sebelum kehadirannya. Lalu, diam itulah yang kini dapat kulakukan. Menanti penghakiman sejati, atau membiarkan diri terus ditiduri caci maki. 

Dan sebelum pamit, aku punya satu pesan untukmu:
"Mungkin leluconmu bisa membuat orang lain tertawa. Tapi bukankah melukai orang lain juga dapat menghilangkan nyawa?"



3 Comments

  1. Beraykurlah atas kegalauan yang dapat membuatmu terus berkarya..
    Lanjutkan pakboy jomblo ngenes.. haha
    Bkin novel skalian e lo, nanti aku tak jadi orang pertama yg ngedukung tulisanmu..

    ReplyDelete
  2. Kalau baca gak usah menjiwai mbak, situ kan korban di tinggal nikah wkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu namanya menikmati sebuah karya lo pakboy..
      Kalau sampai saya bisa terhanyut dalam kisah yg kau goreskan, berarti kamu berhasil donk bisa membawa pembaca dalam imajnasimu..

      Delete
Previous Post Next Post